jpnn.com, SUMSEL - Turunnya omzet peritel offline (konvensional) belakangan bukan karena semata-mata perubahan pola belanja konsumen ke transaksi online.
Pemicunya, karena pendapatan masyarakat yang tidak bertumbuh (stagnan).
"Online bukan satu-satunya faktor. Hasil survei Nielsen, market online itu hanya satu persen dari seluruh ritel,â ujar Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Sumsel, Co Ing saat Focus Group Discussion âMencermati Penurunan Daya Beli Ritel di Sumselâ di Kantor Graha Pena, Sumatera Ekspres (Jawa Pos group), kemarin (7/11).
Apalagi, kata dia, peritel modern juga sudah masuk pasar online seperti Mat ahari dan Hypermart yang memasarkan produk via website.
"Sekarang ini, pendapatan masyarakat tidak bertumbuh (stagnan), jadi untuk survive konsumen harus menyesuaikan dengan pendapatan (mengurangi belanja, red). Rata-rata itu konsumen menengah ke bawah, dan 60 persen konsumsi ritel ini mereka,â bebernya.
Sebaliknya, kalangan menengah ke atas justru bertahan. âOrang kaya itu bukannya mereka tidak punya daya beli, tetapi mereka wait & see. Tipikal konsumtif konsumen sekarang makin cerdas belanja. Jika ada diskon, mereka akan belanja,â ujarnya.
Lalu apakah karena mall over supply sehingga market terbagi-bagi? Menurut Co Ing tidak juga, yang terjadi masalah income per kapita masyarakat tidak tumbuh.
Karena itu semua bisnis, termasuk ritel harus melakukan penyesuaian dengan perubahan pola market saat ini. Baik karena destruction economy (tekanan ekonomi) maupun perubahan daya dan gaya beli konsumen.
- 1
- 2
- 3
- 4
- Next
- Gerindra: Elektabilitas Jokowi Turun, Prabowo Naik
- Wagub Sumbar: Produksi Kedelai Sumbar Anjlok
- Elektabilitas Hanura Turun, Wasekjen: Hampir Semua Partai
- Alasan Bandara Tutup, Ratusan Penumpang Garuda Disuruh Turun
- Yudawati Jualan Pempek Palembang Omzet Rp 100 Juta per Bulan
- Fajri si Dokter Lampu, Pendapatan Rp 30 Juta per Bulan
0 σχόλια:
Posting Komentar