Mobile Menu

navigasi

More News

Anthony Putihrai, Berbisnis dengan Firman Tuhan

Selasa, Mei 08, 2007
Ketika perusahaannya nyaris tutup, tangan Tuhan menolong Anthony dengan perantara seorang pengusaha Korea.
Fisamawati  

Krisis ekonomi pada akhir 1997 yang disertai kiris multidimensi banyak perusahaan Indonesia yang menuju jurang kehancuran. Untuk mengatasi situasi yang demikian ekstrem ini perusahaan harus membenahi tata kelola perusahaan.
Hal ini pun terjadi pada PT. Pantoru Mas. Selain menerapkan sistem manajemen perusahaan sesuai kaidah teori-teori ekonomi global, juga diterapkan sistem manajemen yang mengacu pada nilai-nilai religius.
Direktur PT Pantoru Mas, Anthony Putihrai menuturkan pengalamannya, ketika perjalanan bisnisnya sempat terpuruk bahkan hampir tutup. Dengan kerendahan hati untuk memuji Tuhan kian dekat, maka keajaiban Tuhan menyapanya melalui perantara. “Di tengah keterpurukan, di mana semua kondisi tidak memungkinkan untuk menjalankan bisnis. Tiba-tiba, melalui tangan Tuhan hadir pengusaha Korea menawarkan kerjasama,” kenang Anthony.

Melalui pemikiran bahwa manusia memiliki keterbatasan hingga pada satu titik tak mampu berdaya upaya, maka semua berbalik kepada Tuhan sebagai pembuat keputusan akhir. “Saya mulai mempercayakan perjalanan dan perkembangan bisnis kepada Tuhan sejak 2003 silam,” tegasnya.
Baginya, manusia adalah pelaksana dan Tuhan sebagai penopang. Dengan potensi yang diberikan Tuhan inilah yang harus dikelola dengan baik. Jika potensi yang dimiliki tidak dimanfaatkan sebaik mungkin bisa menjadikan manusia sombong dan arogan. “Bermula dari sifat itulah dapat menimbulkan keterpurukan bahkan bangkrut,” katanya.

Menurut Anthony, banyak perusahaan gulung tikar akibat tidak adanya faktor landasan nilai-nilai religius dalam mengelola perusahaan. Kebanyakan pelaku bisnis hanya melihat secara kasat mata saja. Dalam arti, ketika mendengar ada suatu peluang bisnis yang bagus maka langsung meniru.
“Melalui nilai-nilai Tuhan yang datang ke diri kitalah yang seharusnya dilaksanakan sebagai acuan berbisnis. Belum tentu bisnis yang cocok untuk orang lain maka cocok pula untuk diri kita,” tegasnya.

Intinya, semua bisnis harus dilakukan dengan cara yang baik dan halal. Karena perusahaan mana pun pasti memiliki masalah. “Nah, ketika muncul masalah maka harus berpegang pada iman.”  ujarnya.Anthony pun memberikan persentase perbandingan antara teori bisnis dengan nilai-nilai religi dalam mengelola usaha yakni 50:50. Dengan pembagian tersebut akan memberikan keseimbangan baik secara spiritual maupun prakteknya.
Bagaimana dengan dampak yang timbul akibat penerapan nilai-nilai religus pada bisnisnya?. “Feedback yang muncul cukup baik dan bagus. Semua karyawan memahami ini sebagai suatu yang tak bisa dihilangkan dalam melakukan bisnis. Mereka bergembira dengan penerapan tersebut bahkan sampai bersuka cita,” jelas bapak dua anak.
Lantas, apa saja nilai-nilai yang diterapkan?. Ia mengatakan semua dapat dimulai dari hal yang terkecil. Contohnya, mengatur sistem waktu yang sesuai dengan semestinya. “Misalnya korupsi waktu. Biasanya, waktu istirahat diberi waktu satu jam, tetapi terkadang ada yang mulai bekerja kembali pukul 14.00 WIB. Artinya, waktu yang istirahat menjadi dua jam.” ungkapnya prihatin.

Seiring perkembangan usaha yang terus meningkat dan makin banyaknya godaan yang menerjang, Anthony tetap konsisten untuk mendermakan sebagian dari omsetnya ke jalan Tuhan. Kini ia pun memberikan anggaran khusus untuk pos tersebut. “Bisnis sekaligus ibadah jauh lebih baik,” demikian Anthony.
Komentar 0
Sembunyikan Komentar

0 σχόλια:

Posting Komentar