Mobile Menu

navigasi

More News

Deddy Barros, Fotografer Para Jenderal

Selasa, Juni 12, 2007
Hampir semua pejabat TNI dengan bintang di pundak menjadi customer-nya. Padahal Deddy memulai bisnis fotografi hanya dengan peralatan fotografi standar. Apa jurusnya?  
Sukatna

Terlahir di tengah-tengah keluarga kontraktor, Deddy Barros muda justru menunjukkan ketertarikannya kepada dunia musik dan fotografi. Dari dua hobi seni ini Deddy lantas memutuskan untuk menekuni hobinya di dunia fotografi. Pada 1987 Deddy berangkat ke Negeri Kanguru untuk memperdalam ilmunya di Photografi Studio College, salah satu sekolah tertua di Melbourne Australia.

Sekembalinya ke Indonesia Deddy menjadi fografer fesyen di Bandung. Namun cita-citanya adalah menjadi fotografer profesional, bukan hanya menjadi fotografer fesyen. Maka hijrahlah dia ke Jakarta. “Saya bermaksud belajar menjadi fotografer profesional maka saya melamar pekerjaan kepada para fotografer profesional tetapi tak ada saupun yang mau menerima,” ujarnya mengenang.
Tak patah arang, Deddy terus melamar pekerjaan dan mendapat job dari sebuah majalah yang dimiliki oleh Sudwikatmono. “Mengapa saya mengambil job tersebut? Karena segmen majalah itu adalah hotel dan pariwisata. Dalam setiap edisi ada wawancara dengan duta besar asing sekaligus mengambil foto dubes yang bersangkutan dan keluarganya,” terang Deddy. “Dari situ saya belajar menjadi fotografer profesional.”
Hanya bertahan 10 bulan, Deddy kemudian bekerja di Majalah Swa. “Saya bekerja bukan untuk mencari uang tetapi ingin belajar. Sejak awal saya bertekad ingin menekuni bisnis fotografi, oleh karena bekerja di suatu tempat bukan untuk mencari uang tetapi untuk belajar dan mengasah kemampuan saya,” ucap Deddy.

Pada 1996 ia memutuskan keluar dari Swa untuk memulai usaha sendiri. Ia langsung mendapat job dari beberapa perusahaan agen iklan ternama. Namun itu tidak berlangsung lama karena pada akhir 1997 Indonesia dilanda krisis moneter sebagaimana negara-negara lain di Asia. “Saya menelan pil pahit. Untuk mencukupi kebutuhan saya mengajar fotografi,” akunya.
Seiring berjalannya waktu Deddy mulai mengenal kalangan atas, di antaranya keluarga mantan Wakil Presiden Sudarmono dan Bambang Rachmadi, pemilik MC Donald Indonesia. “Saya ditawari untuk mendokumentasikan pernikahan anaknya Pak Bambang. Hasilnya uang cash, sedangkan foto iklan pembayarannya memakai tempo, kadang tiga bulan. Mulai saat itulah saya menggarap foto wedding,” terangnya.
Mulailah ia melamar untuk menjadi rekanan Balai Sudirman. Bermodalkan peralatan kamera standar ia menjalani serangkaian “test”. Ternyata pengelola Balai Sudirman sangat puas dengan hasil jepretannya. Job pertama adalah perkawinan putra Pangab Feizal Tanjung. Setelah itu perkawinan cucu Jenderal Sudirman dan cucu Jenderal AH Nasution. Customer  yang puas memberitahukan ini kepada para koleganya, sehingga hampir semua perwira tinggi di TNI menjadi pelanggannya.

Dengan mengusung nama Deddy Barros Photography, pria asal Tasikmalaya ini memperluas usahanya dengan membuka sekolah fotografi di kantornya, sebuah ruko berlantai empat di Jalan Paus Rawamangun. “Seusia saya ini sudah mulai berpikir untuk mengamalkan dan menurunkan ilmu,” tuturnya seraya mengatakan dalam waktu dekat ini ingin meluncurkan buku tentang fotografi yan ditulisnya. 
Komentar 0
Sembunyikan Komentar

0 σχόλια:

Posting Komentar