Mobile Menu

navigasi

More News

Beanstocks Coffe & Tea, dari Batam Ingin Ekspansi ke Milan

Minggu, Agustus 26, 2007
Dengan mengusung konsep cafe sehat dengan suasana simpel, Beanstoks Coffe & Tea ingin go international. Russanti Lubis

Minuman apa yang paling popular di muka bumi ini, setelah air putih? Kopi! Itulah jawabannya. Karena itu, harap maklum bila bisnis kafe kopi biasanya dapat menembus batas negara, mengingat semua orang di belahan bumi mana pun, boleh dikata, bisa minum kopi. Berbeda dengan bisnis makanan di mana tidak semua orang bule, misalnya, bisa menyantap masakan Sunda atau Padang.

Kondisi itulah yang merupakan salah satu faktor yang memicu Ashari Yusuf Hasibuan, mantan konsultan manajemen, mendirikan Beanstocks Coffee & Tea di Batam pada 14 Mei 2002 atau sekitar tiga minggu sebelum Starbucks, jaringan kedai kopi bertaraf internasional, membuka gerai pertamanya di Indonesia. Di sisi lain, Ashari membuka kafe kopi ini, karena kehilangan tempatnya kongko-kongko setelah coffee shop langganannya berubah menjadi kasino. 
“Saya memutuskan membuka sendiri kafe kopi sebagai tempat kongko-kongko saya dengan teman-teman. Kebetulan, saat itu, teman saya membuka mal dan saya mendapat space satu unit. Kala itu, saya sama sekali tidak memiliki niat mengembangkan usaha ini. Tapi, dua tahun kemudian, setelah mengikuti beberapa seminar dan pameran kopi-kopi dunia, saya melihat betapa dahsyatnya bisnis industri kedai kopi di Eropa dan Amerika. Mulai saat itulah, saya memutuskan untuk fokus membesarkan usaha ini dan meninggalkan karir saya,” jelasnya.

Sebagai pelopor kafe kopi di Batam, Beanstocks Coffee & Tea yang berada di bawah naungan PT Adi Tata Nusindo, sempat menjadi buah bibir para penikmat kopi di wilayah ini, sebab kopi yang ditawarkan (saat itu, red.) merupakan minuman termahal di Batam. “Tapi, setelah kami menjelaskan kepada mereka bahwa semua bahan utama yang kami gunakan mulai dari kopi, teh, sirup, cokelat, madu, gula sachet, hingga tisu diimpor dari Singapura, barulah mereka maklum dan menyeruputnya dengan perasaan bangga,” katanya, tergelak. Penggunaan produk impor tersebut, ia menambahkan, bukan untuk gengsi-gengsian. “Melainkan untuk memperoleh mutu lebih, sehingga didapat rasa yang lebih nikmat pula,” tegasnya.
Mengapa berwujud kafe? “Sudah sejak zaman dulu, dalam setiap acara minum kopi, para raja dan bangsawan Mesir selalu melakukannya bersama-sama. Kalau zaman sekarang istilahnya kongko-kongko. Jadi, yang namanya ngopi itu memang asyiknya beramai-ramai. Nah, tempat yang pas untuk itu ya yang berwujud kafe atau warung,” ujarnya. Tapi, berbeda dengan kafe pada umumnya, Beanstocks Coffee & Tea yang menjadikan anak sekolahan, eksekutif muda, orang tua, dan keluarga sebagai target market-nya ini bebas alkohol, bahkan, bahan bakunya rendah lemak. “Sebab itu, konsep yang kami tawarkan adalah kafe sehat dengan suasana simpel,” jelasnya.

Dalam kafe kopi yang bermottokan “kopi-kopi dunia” ini, disajikan berbagai minuman, seperti kopi yang memiliki 15 rasa yang berbeda, cappuccino dengan 16 rasa berlainan, teh dengan berbagai aroma, ice cream, ice blended, dan jus botolan yang semuanya impor. Sedangkan untuk makanannya tersedia cake, nuggets, kentang goreng, dan lain-lain. “Range harganya Rp10 ribu sampai Rp25 ribu,” ucapnya. Dengan jumlah pengunjung sebanyak 70 hingga 100 orang per hari, kafe yang dibangun dengan modal awal Rp195 juta (untuk membiayai renovasi, pembuatan produk awal, dan pembelian peralatan, red.) ini meraup omset Rp1 juta sampai Rp2 juta per hari.

Seperti dikatakan di atas bahwa semula kafe seluas 40 m² hingga 60 m² ini didirikan sekadar sebagai tempat nongkrong pribadi, tetapi dalam perkembangannya Ashari ingin memiliki jaringan kafe kopi bukan cuma dalam skala nasional, melainkan juga sebagai salah satu kafe kopi Indonesian make and owner di mancanegara. “Target saya, suatu hari nanti Beanstocks Coffee & Tea akan berdiri di Milan, Italia. Mengapa Milan? Karena, selain dikenal sebagai kota fesyen internasional, Milan juga dikenal sebagai barometer kafe kopi dunia. Harapan saya, bisa memperkenalkan coffee shop milik anak bangsa ke masyarakat internasional,” kata Ashari, yang akhir Mei ini akan membuka tiga gerai Beanstocks Coffee & Tea lagi di Batam.

Ibarat ungkapan, perjalanan ribuan mil dimulai dengan satu langkah kecil, sebelum ambisi untuk go international terwujud, Ashari mengawalinya dengan meng-go-national-kan Beanstocks Coffee & Tea yang hingga saat ini masih betah di Batam, dengan menawarkan waralaba ke seluruh penjuru tanah air, tanpa biaya pemakaian merek. “Kami hanya memungut royalty fee sebesar 5% dari total omset per bulan,” jelasnya. Kepada franchisee, Beanstocks Coffee & Tea menjanjikan gross margin 900%! “Untuk kopi seharga Rp120 ribu/kg bisa dihasilkan 120 hingga 130 cangkir espresso. Kami sarankan, per cangkir dijual Rp10 ribu sehingga gross margin-nya 900%,” imbuhnya. Selanjutnya, dengan nilai investasi Rp180 juta (yang digunakan untuk membiayai pembuatan outlet, red.), serta asumsi omset Rp1,5 juta/hari dan biaya sewa tempat sekitar Rp10 juta/bulan, diperkirakan dalam jangka waktu 15 hingga 20 bulan sudah return of investment. Sedangkan syarat yang harus dipenuhi franchisee hanyalah lokasi yang prime.

Di samping waralaba, Ashari yang juga Direktur Zarric Coffee Shop Consulting, perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan usaha kafe kopi, menawarkan paket seharga Rp150 juta sampai Rp450 juta (tergantung luas kafe yang akan dibangun, red.) kepada mereka yang berminat membuka kafe kopi atas nama mereka sendiri. “Dalam paket-paket ini, kami berperan sebagai konsultan dan kontraktor sekaligus supplier atas kafe mereka yang kami buatkan. Sedangkan nama, suasana, dan menu kafe 100% kami serahkan kepada pembeli paket kami,” kata Ashari yang dalam waktu dekat ini akan membuka kantor pusat pemasaran dan distribusi produk di Jakarta.
Di sini, dijual dua konsep kafe kopi yaitu kafe kopi berkonsep western (seperti Starbucks, red.) dan Asian Chinesse (seperti Ya Kun Kaya Toast, red.). Mahal? “Nggaklah! Untuk membeli mesin pembuat kopi paling murah saja harus mengeluarkan dana Rp70 juta, renovasi satu sofa Rp1 juta, dan membeli blender sekitar Rp9 juta,” jelasnya. Berminat?
Komentar 0
Sembunyikan Komentar

0 σχόλια:

Posting Komentar