Mobile Menu

navigasi

More News

Sulap Batu Kali Menjadi Karya Seni

Selasa, Agustus 14, 2007
Untuk saat ini, pemanfaatan tertinggi batu kali hanya sebagai fondasi bangunan. Namun Dino bisa mengangkat nilai ekonomis batu kali dengan mengubahnya menjadi benda seni. Wiyono

Sebutir kerikil bagi orang lain mungkin tidak berarti banyak. Tidak demikian bagi Syarifuddin Anwar atau kerap di sapa Dino. Berbekal peralatan sederhana seperti pisau cutter, obeng kaca mata, peniti, ditambah imaginasi, batu koral seukuran genggaman tangan itu kemudian dapat disulap menjadi benda kerajinan yang unik dan bernilai seni.
Bentuknya dapat bermacam-macam sesuai kehendak atau pun menurut pesanan. Di rumahnya, kawasan Cilandak Barat-Jakarta Selatan, yang sekaligus merangkap sebagai workshop dan galeri dipajang berbagai model hasil ketrampilan tangan bapak dua orang putri ini, di antaranya berbagai bentuk bandul kalung, patung wajah, miniatur sepeda motor besar, ular naga, dan sebagainya. Usahanya yang dinamakan Sanggar Batu Kerik itu telah dirintis sejak tahun 1995 dan menghasilkan produk hingga ratusan item. “Dinamakan Batu Kerik karena proses pembuatannya dengan cara dikerik (dikikis-red),” jelasnya.

Diakui, ide kreatif tersebut sebenarnya bukan murni diciptakan oleh Dino sendiri. Pada awalnya penggemar olah raga berpetualang itu mempelajari keahlian itu dari seorang temannya. “Kebetulan ia sering berada di alam bebas dan tangannya kreatif, jadi iseng-iseng membuat benda seni. Ketrampilan itu kemudian tertular kepada teman-teman lainnya termasuk saya,” tuturnya.
Bahan utama berupa batu kali biasa, namun Dino mengaku hingga saat ini ia masih mendatangkan batuan dari Brebes. Hal ini tidak lepas dari kisah awal saat ia hendak merintis usaha. Fotografer profesional ini kebetulan memperoleh tender proyek foto udara di wilayah Brebes dan menjumpai jenis batu kali di tempat itu sifatnya lebih empuk sehingga lebih mudah dibentuk. 
Tetapi menurut Dino, perajin tidak bisa sembarangan memilih jenis bahan baku. Sebab apabila memakai batu yang terlalu lunak, akibatnya hasil barang setelah jadi juga akan lebih rapuh. Maka sebelum dibuat menjadi barang kerajinan, batu kali perlu diseleksi terlebih dahulu. Bahan baku yang yang bagus yaitu batu dengan tingkat kekerasan sedang hingga yang paling keras. “Dari empat kelas, kita pakai bahan tingkat ke-1 atau ke-2, kualitas ke-3 dan ke-4 jarang, paling untuk membuat bentuk-bentuk kerajinan kecil semisal bandul atau gantungan kunci,” ia sedikit membuka rahasia.

Dijelaskan, apabila bahan yang diperlukan sudah diperoleh, proses selanjutnya membuat sket dasar dengan menggoreskan mata pisau untuk membuat bentuk kasar. Lalu untuk detilnya yang yang dikerjakan adalah bagian yang paling sulit dahulu dengan cara dikerik semakin dalam hingga jadi. Proses finishing cukup dengan cara digosok dan dibersihkan debu-debunnya, dan kalau diperlukan juga sekalian dibuatkan dudukannya yang berfungsi sebagai pemberat bagi patung tersebut.

Untuk mengerjakan setiap pesanan waktu yang dibutuhkan amat bervariasi tergantung pada kerumitan desain atau detilnya. Sebagai contoh, sebuah miniatur motor kecil yang sangat detil sampai pada wujud mesin dan sebagainya Dino membutuhkan tempo 1-2 bulan. Tetapi untuk patung-patung yang lebih sederhana cukup memerlukan waktu 1-2 minggu selesai. Sedangkan bandul kalung, pin atau logo-logo perusahaan, serta bentuk bentuk kecil yang standar lainnya tidak sampai memakan waktu lama. Dalam sehari ia dapat menyelesaikan sampai 10 buah. Sehingga harga barangnya pun sangat relatif, dipengaruhi oleh tingkat kesulitan detil serta kualitas bahannya. Sedangkan besar-kecilnya justru kurang berpengaruh. Harga sebuah bandul berkisar Rp 20 ribu-Rp 80 ribu, sementara patung bisa mencapai Rp 100 ribu-Rp 3 juta. Kecuali bagi pemesanan dalam jumlah besar maka Dino dapat memberikan harga di bawah Rp 20 ribu. 

Saat ini pria berpendidikan komputer dan ekonomi ini dibantu 6 orang teman yang bergabung di sanggarnya. Total biaya investasi yang dikeluarkan terhitung kecil, di bawah Rp 5 juta. Dalam sebulan mereka dapat menyelesaikan sekitar 180 buah bandul dan kurang lebih 18 buah patung. Namun Dino mengakui, pemasaran batu kerik masih terbatas. Konsumen kebanyakan pembeli lokal, biasanya untuk dijadikan souvenir atau dijual. Salah satu konsumen kerajinan ini adalah kalangan penggemar motor besar yang mengoleksi batu kerik berbentuk miniatur motor. Namun tidak tertutup kemungkinan dipasarkan ke berbagai perusahaan dalam bentuk logo atau sebagai cenderamata.

 “Untuk sementara pembeli baru kenal lewat mulut ke mulut, namun ada juga beberapa item barang yang dititipkan di pusat kerajinan di pusat-pusat perbelanjaan,” ujar Dino yang mengaku masih mengalami kendala utama segi permodalan. Cara lainnya ditempuh melalui bantuan tenaga pemasaran secara freelance, biasanya dengan sistem bagi hasil, 5%-10% dari nilai nominal untuk penjual. Meskipun kurang dikenalnya kerajinan batu kerik terbentur minimnya promosi tetapi Dino tetap optimistis prospek usaha yang dirintisnya ini ke depan akan berjalan bagus. Sebab selain harganya terjangkau, ia memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Tertarik? Silahkan mencoba!

Analisa Usaha Kerajinan Batu Kali: Perkiraan biaya bahan dan peralatan                               Rp. 100.000,-
Perkiraan biaya operasional dan tenaga kerja                   Rp. 700.000,- +
Total modal usaha                                                         Rp  800.000,-
Dalam sebulan dapat menghasilkan 300 buah bandul @ Rp 20 ribu-Rp 80 ribu.Penghasilan mencapai Rp 6.000.000,- sampai Rp 24.000.000,-
Komentar 0
Sembunyikan Komentar

0 σχόλια:

Posting Komentar