Mobile Menu

navigasi

More News

Gideon: Hidup Sesuai Amanah Tuhan

Minggu, Juni 09, 2019
Gideon: Hidup Sesuai Amanah T
Pengalaman hidup telah mengajarkan berbagai kearifan pada diri manusia. Kearifan inilah yang membimbing langkah Gideon dalam menjalankan roda bisnis.  

Pengalaman hidup yang berkesan di masa lalu, adakalanya menginspirasi seseorang untuk menggeluti profesi yang dijalani saat ini. Hal ini juga terjadi pada Gideon Hartono. Saat masih duduk di bangku kelas 1 SMA, pemilik jaringan Apotik K24 ini menderita penyakit gondongan yang membuatnya sulit membuka mulut sehingga tidak bisa makan, sulit berbicara, dan badan meriang. Tetapi, hanya dengan sekali suntikan, tak lebih dari 10 menit sang dokter yang didatanginya mampu membuatnya terbebas dari segala penderitaan tersebut. 

“Ketika itu terpikir betapa mulianya tugas seorang dokter. Karena, ia mampu menghilangkan penderitaan (yang ditimbulkan oleh penyakit) semua orang dan membuat mereka bahagia lagi. Seketika itu juga saya bercita-cita menjadi dokter,” kata Direktur Utama PT K-24 Indonesia ini. 

Hal itu tentu tidak muskil dicapai oleh lulusan SMA Collese De Britto, Yogyakarta, dengan rangking 1 ini. Sebab, dengan ranking itu ia berhak masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur khusus, yang sekarang dikenal dengan nama Penelurusan Minat Dan Kemampuan. Di sisi lain, penggemar fisika ini hatinya bercabang. Gideon yang bersama kedua teman SMA-nya pernah membuat buku soal-soal fisika dengan judul The Green Book of Physics Problems ini, juga ingin masuk ke ke Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA).  

Namun, seperti ungkapan manusia berencana Tuhan menentukan, karena satu dan lain hal ia gagal masuk ke Fakultas Kedokteran (FK), satu-satunya fakultas yang ia pilih meski sebagai siswa di jurusan paspal (sekarang IPA, red.) ia berhak memilih tiga fakultas yang berbeda. Dengan demikian, F-MIPA yang juga diminati tapi tidak pernah dipilihnya, lepas pula dari genggaman. “Setelah kejadian itu, saya merasa seperti diperingatkan agar jangan hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Masih ada kekuatan lain yang jauh lebih kuat yaitu kekuatan Tuhan,” ujar dokter lulusan FK Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, ini. Untuk mengisi waktu yang ada sebelum mendaftar kembali tahun berikutnya, anak kelima dari tujuh bersaudara ini kuliah di PAT (Pendidikan Ahli Teknik, milik Fakultas Teknik-UGM, red.). “Soalnya, masih berhubungan dengan fisika,” lanjutnya, sambil tersenyum. 

Tahun 1983 ia mendaftar kembali dan diterima di FK-UGM. Seperti aturan pemerintah yang berlaku saat itu, setahun setelah meraih gelar sarjana kedokteran (1990) ia diharuskan menjadi pegawai negeri sipil di bawah Departemen Kesehatan RI. Hal ini bisa dimaklumi, bila Gideon adalah pribumi asli. “Dalam hal ini saya merasa sebagai orang yang beruntung, padahal saat itu zamannya orde baru loh,” ucap lelaki yang nenek buyutnya baik dari pihak ibu maupun ayahnya berdarah Jawa asli. 

Tapi, keberuntungannya ternyata hanya berhenti sampai di situ, meski mendapat dukungan penuh dari orang-orang di sekitarnya, mantan Kepala Puskesmas Umbulharjo I, Yogyakarta, ini harus kembali gagal mengambil program dokter spesialis karena darah Cina yang mengalir di tubuhnya. Tak mau berlama-lama tenggelam dalam kekecewaan, mengingat ia tidak pernah membuka praktik dokter di rumah dan hanya mengandalkan gaji sebagai dokter puskesmas, kelahiran Yogyakarta, 44 tahun lalu ini segera mewujudkan plan B yaitu membuka usaha fotografi yang lebih moderen. Saat masih duduk di bangku kelas 2 SMP, Gideon dan adik bungsunya pernah membangun bisnis studio foto secara apa adanya di garasi rumah mereka, yang dinamainya Agatha Photo. Bisnis inilah yang kemudian dikembangkannya menjadi lebih moderen sekaligus sebagai ladang nafkah sampingannya. 

Dari mana modalnya? “Dari SMP, saya sudah menyukai dan menekuni dunia fotografi. Saya memiliki 30 piala dan medali sebagai hasil berbagai lomba foto baik tingkat regional maupun nasional, yang saya ikuti. Hadiah memenangkan lomba-lomba foto dan utang ke paman saya itulah modal saya membangun Agatha Photo,” kata pria yang masih menyimpan obsesi sebagai dokter spesialis mata ini. Selanjutnya, ia membangun Agatha Video bersama Inge Santoso, dokter gigi yang kemudian menjadi istrinya. “Saya menjadikan Agatha Photo sebagai bisnis keluarga saya yang kemudian saya serahkan kepemilikannya kepada orang tua dan adik bungsu saya. Sedangkan Agatha Video sepenuhnya bisnis saya dengan calon istri saya saat itu. Kini keduanya berkembang sama bagusnya. Bahkan, Agatha Video sudah memiliki cabang di Semarang,” tambahnya.  

Untuk menambah lagi keuangan keluarganya, bapak dua putra ini juga melirik bisnis apotik yang beroperasi 24 jam, tetapi harga obat-obatan yang dijual sama dengan apotik “biasa”. “Saya ingat, dulu itu sulit sekali mencari obat di apotik pada tengah malam buta. Kalau pun ada apotik yang beroperasi 24 jam, maka harga obat-obatan yang dijual jauh lebih mahal,” kata Gideon yang karena kesibukannya sebagai wirausaha, akhirnya mengundurkan diri sebagai PNS terhitung April lalu. Melalui bisnis apotik yang dinamainya Apotik K24, ia ingin menularkan harmoni di tengah kemajemukan bangsa. “Apotik merupakan wahana bertemunya orang-orang dari berbagai latar belakang. Hal ini, juga terlihat dari logo Apotik K24 yang didominasi warna hijau sebagai penggambaran Islam yang merupakan agama yang dianut sebagian besar rakyat Indonesia. Merah berarti Nasrani yaitu agama kedua terbanyak penganutnya di sini. Kuning untuk menggambarkan Cina sebagai etnis yang mendominasi perekonomian negara. Sedangkan putih merupakan pihak-pihak lain di luar itu yaitu Hindu, Budha, dan etnis-etnis lain di Indonesia,” jelas laki-laki yang tahun lalu, atas usulan sekelompok masyarakat, mengikuti Pilkada Wakil Walikota Yogyakarta dan gagal. “Apakah saya akan mencobanya lagi nanti? Bagaimana rencana Tuhan sajalah,” imbuhnya. Ya, hidup manusia memang bagian dari rencana Tuhan. (Russanti Lubis - adv)
Komentar 0
Sembunyikan Komentar

0 σχόλια:

Posting Komentar